Jumat, 25 November 2016

Review Lifeskill Positive Challenge Lomba Video Jurnalistik 2016

Juara I - Harapan III Lomba Video Jurnalistik Lifeskill Positive Challange 2016 berfoto bersama tim juri 

Enam siswa dari sejumlah SMA diSurabaya berjajar berfoto sambil membawa piala dan plakat hadiah uang. Semua tersenyum meski harus menunggu berjam-jam. Mereka adalah pemenang lomba video jurnalistik dalam lomba Lifeskill Positive Challenge 2016. Ada 16 tim liputan yang maju dalam seleksi oleh tim juri. Satu persatu tim harus memaparkan hasil liputan mereka. Mulai dari riset, liputan, editing, hingga pengumpulan karya. Apresiasi saya pada semua tim yang sudah mengumpulkan karya. Juga Dinas Pendidikan Surabaya yang mengadakan lomba ini.

Dari 41 karya yang masuk, rata-rata belum memahami jurnalistik televisi. Tak apa. Bukan sesuatu yang parah atau fatal. Karena jurnalistik memang bukan pelajaran utama yang harus mereka kuasai. Ini terlihat dari hasil editing (selanjutnya saya sebut tayangan) yang belum langsung ke pokok bahasan. Riset yang terburu-buru menghasilkan liputan yang juga terburu-buru. Beberapa tim mengerjakan liputan hanya dalam satu hari meliputi riset, mencari narasumber, liputan, editing, dan mengumpulkan karya. Dalam liputan profesional, kerja seperti ini tentu sebaiknya dihindari karena membuat liputan kita jadi tidak dalam. Tapi sekali lagi, hal ini bisa dimaklumi karena kawan-kawan saya belum memahami jurnalistik.

Lomba ini mengambil tema pahlawan lingkungan/ sosial, anti narkoba, dan pendidikan. Banyak yang membuat liputan profil, tapi ada juga yang belum terlihat angle apa yang mereka angkat. Meski begitu upaya mereka membuat liputan dan mengumpulkan karya layak mendapat pujian. Karena mereka sudah berusaha sekuat tenaga. Bahkan tim SMAN 13 Surabaya sebagai juara I, mengikuti aktivitas nara sumber hingga malam.

Secara umum, saya sangat menyayangkan tayangan yang menghilangkan natural sound/ atmosphere dan mengganti dengan musik/ backsound. Padahal natsound bisa bercerita tentang suasana di lokasi liputan. Backsound boleh saja dimasukkan, hanya saja levelnya harus tetap di bawah natsound. Simak saja contoh berikut. Dalam tayangan ini suara langkah kaki dan aliran sungai tetap terdengar meskipun menggunakan backsound. Tentu saja tim profesional menggunakan peralatan yang profesional pula. Tapi bisa disiasati di tahap editing. Yaitu level backsound diturunkan sedangkan natsound dinaikkan. Jangan lupa level soundbite (wawancara) di atas level natsound.

Penggunaan tripod sangat disarankan untuk campers (camera person) jika menginginkan gambar yang tenang. Tapi jika yakin handheld yang dilakukan bisa menghasilkan gambar yang tidak shaky (goyang) maka bisa dilakukan. Dengan catatan, sebelum menekan tombol record, pastikan handeld sudah dicoba dengan hasil memuaskan.

Beberapa tim melakukan wawancara dengan multicam atau lebih dari satu kamera. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Hanya saja campers harus memastikan kamera dua tidak menabrak garis imajiner dan tidak dalam frame yang sama. Kamera satu tetap dengan frame wawancara, yaitu tidak frontal tapi sedikit serong.

Frame wawancara
Sementara itu, banyak tim melakukan wawancara chit chat. Yaitu tanya jawab reporter dengan nara. Sayangnya tim-tim tersebut belum menguasai teknik chit chat. Tidak apa-apa, bukan suatu masalah besar. Pertanyaan-pertanyaan dalam hit chat sebaiknya tidak banyak dan langsung menggali jawaban utama. Salam pembuka dan menanyakan kabar pada nara sumber tidak perlu disampaikan. Karena hal-hal itu sudah ditanyakan di luar chit chat.

Hal yang juga penting adalah gambar intercut/ cut away, yaitu gambar penyambung dari satu sequence ke sequence lain. Intercut digunakan salah satunya agar gambar tidak jumping. Sayangnya hampir semua tidak menggunakan intercut. Dua hal yang saya catat adalah campers dan editor belum paham pentingnya intercut. Maka saran saya, campers sebaiknya mampu mengedit. Demikian pula sebaiknya.

Liputan membutuhkan kesabaran dan ketekunan agar mendapat gambar, data, dan keterangan yang istimewa. Liputan juga membutuhkan perencanaan matang termasuk riset, persiapan alat, fisik, hingga dana. Perencanaan yang matang membuat tim siap dengan apapun yang akan terjadi di lokasi liputan sekalipun itu di luar rencana.

Rabu, 27 Januari 2016

Rekrutmen

Ring Fokus akan membuat video tutorial liputan. Karena keterbatasan SDM dan alat, maka kami membutuhkan dua orang sukarelawan. Yaitu Kamerawan dan pencatat adegan. Adapun syarat keduanya adalah:
1. Kamerawan memiliki kamera dan kendaraan sendiri. Memahami angle gambar.
2. Pencatat adegan akan membantu host mencatat adegan mana saja yang sudah dan belum dilakukan. Sebaiknya memiliki kendaraan sendiri


Pekerjaan ini bersifat sukarela, maka Ring Fokus tidak menyediakan honorarium bagi para sukarelawan. Proses pengambilan gambar akan berlangsung tiap Selasa selama bulan Februari 2016. Jika berminat silakan menghubungi Andreas via WA di 08123279309 atau BBM di 7C60FFBC. Terima kasih